Header Ads

Pernyataan RS Mitra Keluarga Dibantah Orang Tua Bayi yang Meninggal





EdViral - Pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kali Deres, Jakarta Barat membuat pernyataan resmi di situs mitrakeluarga.com terkait dengan kisah kematian Debora bayi empat bulan. Berikut 5 poin pernyataan RS Mitra Keluarga, yang dilansir dari kumparan.com.

1. Pasien (Deborah Simanjorang yang terdaftar sebagai Tiara Deborah) berumur empat bulan, berat badan 3,2 kilogram datang ke IGD Mitra Keluarga Kalideres pada 3 September 2017 pukul 03.40 WIB dalam keadaan tidak sadar dan kondisi tubuh tampak membiru.

Pasien dengan riwayat lahir premature memiliki riwayat penyakit jantung bawaan (PDA) dan keadaan gizi kurang baik

Dalam pemeriksaan didapatkan napas berat dan banyak dahak, saturasi oksigen sangat rendah, nadi 60 kali per menit, suhu badan 39 derajat celcius.

Pasien segera dilakukan tindakan penyelamatan nyawa (life saving) berupa penyedotan lendir, dipasang selang ke lambung dan intubasi (pasang selang napas), lalu dilakukan bagging atau pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas, infus, obat suntikan, dan diberikan pengencer dahak (nebulizer)

Pemeriksaan laboratorium dan radiologi segera dilakukan.

Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis.

Kondisi pasien dijelaskan kepada sang ibu. Kemudian dianjurkan untuk penanganan di ruang khusus ICU.

2. Ibu pasien mengurus di bagian administrasi, dan dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan.

3.
Ibu pasien kembali ke IGD, dokter IGD menanyakan kepesertaan BPJS kepada ibu pasien, dan ibu pasien menyatakan punya kartu BPJS. Dokter pun menawarkan kepada ibu pasien untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerjasama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien.

Ibu pasien setuju. Dokter pun membuat surat rujukan dan kemudian pihak RS berusaha menghubungi beberapa RS yang merupakan mitra BPJS. Dalam proses pencarian RS tersebut, baik keluarga pasien maupun pihak rumah sakit kesulitan mendapatkan tempat.

4. Pukul 09.15 WIB, keluarga mendapatkan tempat di salah satu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dokter rumah sakit tersebut menghubungi dokter Mitra Keluarga Kalideres untuk menanyakan kondisi Deborah. Sementara berkomunikasi antar dokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk.

5. Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.



Henny Silalahi (37 tahun), ibu korban Tiara Deborah, bayi yang meninggal berusia empat bulan di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta ini, memberikan tanggapan atas pernyataan resmi pihak RS Mitra Keluarga.

Henny menyebut, ada beberapa poin pernyataan yang dikeluarkan RS Mitra Keluarga terkait kematian buah hatinya itu, tidak benar.



Keadaan Gizi Kurang Baik

Pertama, Henny membantah atas pernyataan RS yang menyebutkan bahwa Debora mengalami kekurangan gizi. "Saya bisa bilang anak saya tidak kurang gizi, anak saya itu prematur. Jadi, jangan disamakan," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, (10/9).

Menurut dia, Debora tidak memiliki riwayat kekurangan gizi. Beratnya yang hanya 3,2 kilogram pada usia empat bulan itu, kata dia, karena Debora lahir prematur.

Dia juga keberatan yang mengatakan anaknya memiliki riwayat penyakit jantung bawaan (PDA). Henny menuturkan PDA-nya sudah ditutup dan menurutnya, bisa dibuktikan dengan hasil tertulis tes echo jantung 5 Agustus 2017.

"Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaanya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Sabtu (9/9/2017), dilansir dari tribunnews.com.


Menolak Perawatan ICU

Pernyataan yang paling krusial yang perlu diluruskan menurut wanita berdarah Batak ini, yaitu pernyataan RS Mitra Keluarga yang menyebut, bahwa dirinya keberatan saat anaknya akan dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

"Apakah ada ibu yang waras tapi menolak anaknya diselamatkan? Tidak ada, semua ingin anaknya sehat-sehat terus," kata Henny.

Sewaktu dokter mengatakan anaknya harus dirawat di PICU, dia bersedia karena Dia percaya dokter mengetahui kondisinya. Namun sayang, kendala administrasi keuangan menyebabkan Debora tidak bisa mendapatkan perawatan lanjutan di PICU.

Kurangnya biaya ketika suamimya mengurus administrasi, menunda penanganan terhadap bayi Debora. Dan walau Henny mengatakan dia sampai memohon agar pihak RS menyelamatkan anak keempatnya itu, tetap saja tidak ditindaklanjuti oleh pihak RS.

Pembayaran yang diminta sebesar 11 juta belum dapat dipenuhinya saat itu juga. Dia dan suami hanya membawa uang Rp 5 juta. Sisa uang sebanyak Rp 6 juta, dia sebutkan akan dibayar pada siang harinya.

"Saya memohon, suami saya memohon, untuk mendapat penanganan terbaik, tetapi mereka (RS Mitra Keluarga Kalideres) mengatakan tidak bisa karena minimal harus membayar Rp 11 juta," ujarnya.

Pada keterangan pers yang diposting Pihak RS, kata dia, tidak menyebutkan bahwa Henny dan suami harus mengeluarkan uang Rp 11 juta. Awalnya sebut Dia, pihak RS meminta uang untuk membayar deposit Rp 19,8 juta. Akhirnya dikurangi menjadi 11 juta setelah Henny memohon agar jangan semahal itu karena tak memiliki cukup uang.

Tetapi RS Mitra hanya menyebutkan dalam pernyataan persnya, kalau Henny keberatan karena kondisi keuangan. "Memangnya saya orang gila, ada orang mau selamatkan nyawa anak saya tapi saya bilang jangan, mahal. Meskipun mahal kalau buat anak saya selamat saya bela-belain," kata dia.

Dia menyayangkan pihak rumah sakit bersikeras agar uang muka dilunasi. Sebab, Henny mengaku sebagai karyawan dan berjanji akan melunasi sisa uang muka Rp 6 juta siang harinya.


Krolonogis Kematian Debora

Debora yang berusia empat bulan, tiba-tiba mengalami sakit pada Minggu (3/9/2017) dini hari. Orangtuanya pun panik dan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat, RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.

"Kami sudah kepanikan, dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak napas," ungkapnya. 

Bayi Debora langsung mendapat penanganan pertama oleh petugas jaga. Namun, kondisinya yang melemah, RS menyarankan agar Debora ditangani di Intensive Care Unit (ICU).

Keterangan yang berbeda dari kedua pihak adalah ketika Debora hendak dirawat di ICU. Menurut Rudi dan Henny, mereka ingin anaknya segera dirawat tetapi pihak RS tidak bisa menerima Debora karena uang muka perawatan sebelas juta belum bisa dibayarkan saat itu.

Sementara dari pihak RS mengaku justru kedua orang tua Debora yang menolak anaknya dirawat di ICU dan meminta mereka mencari RS yang menerima pasien BPJS Kesehatan, sehingga hal itu memakan waktu lama.

Selama mencari RS yang menerima BPJS kondisi bayi Debora yang tak tertangani semakin parah dan akhirnya meninggal dunia.

Henny berterima kasih dokter RS Mitra Keluarga sudah memberikan pertolongan pertama. Penanganan Dokter saat itu dimana memberikan oksigen, memasukkan selang, dan pompa manual ke paru-paru anaknya, sangatlah dihargai Henny. "Saya menghargai tindakan mereka," ujarnya.

Namun, kurangnya uang muka yang harus dibayarkan membuat nyawa putrinya tak bisa tertolong. "Itu saya bawa uang Rp 5 juta, bagaimana ibu-ibu yang saat itu tidak memegang uang sama sekali," kata dia.

Menurut penuturan Dia, pihak RS telah mengembalikan uang Henny dan menyambangi kediamannya pada Jumat (8/9).

Pemerintah pun turun tangan melihat persoalan ini dan menindak tegas RS sakit yang hanya mementingkan komersil daripada keselamatan warga. Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan memanggil manajemen Rumah Sakit Mitra Keluarga pada Senin (11/9), untuk memberikan penjelasan akan kejadian yang sebenarnya atas peristiwa ini.

(Sumber: republika.co.id)


Sudah menjadi rahasia umum, banyak rumah sakit yang lebih mementingkan pelunasan segera biaya perawatan, jaminan, atau uang muka yang dianjurkan, bila tidak, tidak akan mendapatkan perawatan yang seharusnya.

Semoga saja, ini adalah awal perubahan birokrasi RS yang berniat mengedepankan kemanusiaan dan keselamatan pasien. Bukan mendahulukan pembiayaan perawatan dan pengobatan, sehingga pasien terlambat ditolong.

Ini menjadi pelajaran berharga, agar di masa datang, tidak ada lagi korban-korban akibat "nakal" pihak RS terhadap pasien seperti yang dialami bayi Debora.


No comments

Powered by Blogger.